Langsung ke konten utama

Bayang Ketakutan (4)

Bayang Ketakutan

Oleh: Aidi Kamil Baihaki

Agustus 2020, Aurel berbenah. Membenahi pakaian yang akan dibawanya ke pondok, sekaligus membenahi hatinya yang mungkin penuh harapan bercampur kecemasan.

Saya tidak melihat gelagat yang tak diharapkan pada tingkah lakunya. Masih normal seperti biasanya.

Mondok bukanlah keinginan Aurel sendiri, melainkan arahan dari hampir seluruh keluarga. Terutama saya sebagai ayahnya. Walaupun dulu pernah tercetus tekad untuk menjauhkan anak-anak saya dari dunia pesantren.

Saat saya mondok dulu, tidak makan sehari semalam adalah hal biasa. Makan nasi putih saja tanpa lauk juga sangat biasa. Dan pengalaman seperti itu tidak akan saya tularkan pada anak cucu kelak. Itulah mengapa saya pernah keceplosan untuk tidak memondokkan anak.

Tapi seiring berubahnya nasib, keyakinan saya pun mulai berubah. Tidak mungkin dengan ekonomi cukup seperti saya akan menyebabkan anak mengalami nasib serupa seperti saat saya mondok. Saya yakin sepenuhya.

Jauh sebelum keberangkatan Aurel, sudah saya tekankan bahwa kelak setelah lulus sekolah dasar dia akan saya kirim ke tempat lain untuk belajar lebih mandiri. Tempat itu adalah almamater ayah dan kakeknya; Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo, Jawa Timur.

Sejak kelas 4 saya sudah mengingatkannya setiap kali. Dan Aurel tidak pernah menyatakan penolakannya.

Di depan gerbang pesantren, ketika saya dan rombongan yang mengantarkan Aurel turun dari mobil, saya menatap lekat pada Aurel. Masih terlihat dia tenang. Tapi itu tidak seratus persen membuat saya yakin tentang kebulatan tekad dan niatnya.

"Ingat-ingatlah masa-masa ketika kamu baru pindah sekolah. Kamu akan mengalami hal yang sama. Kehilangan teman-teman pada masa lalu yang menurutmu adalah teman-teman terbaik. Tapi nyatanya di tempat baru kamu menemukan teman yang justeru lebih baik. Kamu akan meninggalkan lingkungan yang sudah kamu kenal dengan baik, untuk menemukan lingkungan baru yang akan lebih baik!" Begitu nasehat saya.

Aurel hanya sedikit tersenyum.

"Kalau kamu menilai Ayah membuangmu ke tempat ini, memang begitu adanya. Ayah membuangmu agar terselamatkan dari berbagai penyakit yang kelak akan menggerogoti masa depanmu jika masih berada pada tempat dan situasi yang sekarang".

Sebenarnya hatiku bergetar gentar, Mampukah Aurel bertahan untuk beradaptasi pada situasi barunya? Sementara ibunya saja meneteskan air mata pada detik terakhir memeluk Aurel.

Sekarang sudah hampir 6 bulan keberadaan Aurel di Pondok. Beberapa temannya ada yang tidak bisa bertahan, memaksa dijemput oleh keluarganya untuk pulang. Beberapa yang bertahan mengalami sakit-sakitan, mungkin efek dari ketertekanan mental.

Beberapa hari yang lalu sepulang sekolah, saya mendapati ibu dan anak saling berbicara lewat telpon. Karena suara handphone yang diloudspeaker maka saya dapat memastikan bahwa itu Aurel.

"Kok suaramu seperti lemah, Rel?" Tanya Ibunya.

"Aurel puasa, Bu!"

Dhes!

Jawaban Aurel terdengar seperti menyambar hati. 

Subhanallah!

Maha Suci Engkau, ya Allah!

Puteriku yang kukuatirkan mengalami kelaparan, justeru telah memilihnya dengan sepenuh hati. Menjalani laparnya bukan sebagai paksaan seperti yang pernah saya alami. Lapar karena memang tidak mempunyai uang untuk membeli makanan.

Aurel melakukan puasa Senin - Kamis tanpa disuruh siapapun. 

Saat ditanya ibunya, berpuasa dengan siapa? Aurel menjawab berdua dengan Aurel, temannya yang mungil dan mempunyai nama panggilan yang sama.

Saya tidak pernah terpikir bahwa Aurel akan melakukan apa yang justeru saya takutkan. Sehingga tak ada alasan bagi saya untuk tidak berterima kasih pada Tuhan.

Akhirnya saya harus mengakui, Aurel telah lebih baik dari ayahnya; si ayah lapar karena tidak mempunyai sesuatu untuk dijadikan makanan, tapi Aurel lapar karena menghindari makanan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Galeri Ramadhan

Pondok Ramadlan SDN 3 Buduan 30 Maret 2023  SDN 3 Buduan Suboh, yang awalnya merencanakan akan melakukan kegiatan Pondok Ramadhan pada tanggal 17-19 April 2023, sesuai anjuran Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo, akhirnya memajukan pelaksanaan pada hari ini, Kamis 30 Maret hingga 2 April 2023. Bpk. Abdi Rasa menjadi ketua panitia kegiatan Pondok Ramadhan karena beliau adalah guru PAI di sekolah ini. Sekretaris kegiatan adalah Bpk. Lutfi Aziz, dan bendahara adalah Bpk. Aidi Kamil Baihaki. Kegiatan diawali dengan pelaksanaan shalat dhuha berjamaah. Kemudian dilanjutkan dengan seremonial pembukaan kegiatan, dipimpin oleh Ibu Rumiyati selaku kepala sekolah SDN 3 Buduan, dan doa dipimpin oleh Bpk. Lutfi Azis. Berlanjut dengan pemberian  wawasan tentang materi puasa, oleh Bpk. Abdi Rasa. Selesai materi di kelas, siswa melaksanakan tadarrus Al-Qur'an dengan dibagi menjadi kelompok putera dan kelompok puteri. Setiap siswa membaca 4 ayat dari Al-Qur'an secara bergantian. Teman yang la...

Totalitas Kebaikan

Totalitas Kebaikan Oleh: Aidi Kamil Baihaki   Bayangkan, ada seseorang yang tidak kita kenal, tiba-tiba datang menghiba minta pertolongan yang berkaitan dengan keuangan. Apa jawaban anda?  Hampir semua jawaban akan mengatakan kita harus lebih dulu mencari tahu apakah orang itu benar-benar patut dibantu atau tidak. Kalau perlu diinterogasi. Tak jarang juga kita malah serta merta menolak. Dulu, saya juga pernah memilih bersikap seperti itu. Berbuat baik pada seseorang karena mengenal orang tersebut. Baik itu karena mengenalnya sendiri atau juga berkat rekomendasi orang lain.  Kenapa ada sedikit persyaratan bahwa bantuan itu sebaiknya diberikan pada orang yang kita kenal?  Pernah saya berpikir bahwa normal saja jika kita membantu seseorang dan berharap orang tersebut terus mengingat kebaikan itu, hingga suatu saat dia akan membalas hutangnya pada kita. Tapi sungguh mengecewakan, orang itu seakan melupakan kebaikan kita.  Timbul pikiran, untuk apa berbuat baik terha...

Perkalian Bersusun

Kali ini, maksud saya tadi pagi di sekolah, saya mengetes kemampuan siswa dalam perkalian bersusun. Sungguh mengenaskan! Tak ada satu pun siswa yang bisa melakukan penghitungan perkalian cara bersusun. Nampaknya tugas kali ini menjadi berat. Bagaimana saya bisa mengajarkan Matematika kelas 5 jika materi kelas 4 belum dikuasai? Hari ini ada siswa yang baru bersekolah, kemaren-kemaren dia dalam kondisi baru dikhitan. Renandra, dipanggil Nanda. Tetapi di saat yang sama, ada dua siswa yang tidak ke sekolah: Dila dan Dinar. Hafalan perkalian sudah sampai bilangan 6, tapi belum semuanya berhasil menghafal. Jadi besok sebagian siswa dites perkalian 7, dan sebagian lagi dites perkalian 6. Saya merenung sebentar. Memang kemampuan siswa di daerah gunung dengan di daerah bawah sama saja. Faktor lingkungan tidak banyak berpengaruh. Guru tetap paling dominan memberikan andil dalam mengkonstruksi kemampuan siswa. Faktor keluarga dan lingkungan hanyalah sebagai pendukung. Sekunder. Sebelum pulang say...