Begitu Mudahnya Menulis
Oleh: Aidi Kamil Baihaki
Malam ini saya terbangun entah karena apa. Mau tidur lagi, kantuk sudah sirna.
Iseng saja saya raih handphone yang biasanya memang selalu terselip di bawah bantal yang bersebelahan dengan bantal yang menjadi tumpuan kepala saya saat tidur.
Pertama yang saya lakukan adalah mengecek chat grup WA, dan menemukan sharing link dari sang Master, Om Wijaya.
Kisah tentang si Yatim yang terabaikan merana, meninggal karena kelaparan melanda. Cukup telat untuk disadari oleh manusia-manusia yang mengaku menyembah Tuhan semesta.
Cerita ini begitu menyentuh nurani.
Bukan hanya menyentuh. Ia telah memukulnya!
Menjotosnya!
Menendangnya!
Menikamnya!
https://belajarmenulisbersamaomjay.blogspot.com/2021/02/untuk-kita-renungkan.html?m=1
Begitulah kenyataannya...
Masjid di mana-mana telah mentereng dibangun manusia. Fasilitasnya boleh bersaing dengan hotel-hotel bintang 5.
Perhatikanlah ketika kita menyusuri sepanjang jalan Pantura Jawa. Ketika lelah, tak sungkan kita singgah.
Masjid menjadi pilihan utama. Di samping untuk beristirahat, di sana kita bermunajat. Menunaikan kewajiban shalat yang tak boleh tersendat.
Setiap masjid berlomba dalam berbangga. Berdandan cantik agar menarik. Menarik pengunjung, dan menarik amal suka rela dari mereka.
Pernah kita baca berita tentang pengemis kaya? Omsetnya nyaris ratusan juta. Berpakaian lusuh tapi mempunyai rumah dan mobil mewah.
Setidaknya berita itu telah membuat apatis jiwa-jiwa kritis; bersedekah pada pengemis adalah najis. Terutama mereka yang biasanya menyelinap di lorong-lorong kursi bus. Kita tak mengenal siapa mereka. Penampilannya kadang hanyalah tipuan semata.
Wanita-wanita pengemis menggendong bayi yang tertidur, menjadi hipnotis pengundang iba. Melelehkan ego kuat orang-orang yang berpunya.
Tapi berita koran menawarkan kejadian sebenarnya. Bayi-bayi itu hanyalah objek sewa-menyewa.
Kita marah!
Kita lumrah untuk merasa gundah.
Dari pada bersedekah pada mereka ini, para penipu... Lebih baik menyerahkannya pada masjid. Toh, nanti ada baksos yang dilakukan oleh Takmir bersama anggota Remas, membantu mereka yang memang benar-benar butuh bantuan. Mereka mempunyai data valid. Mereka bekerja penuh tanggung jawab.
Tapi pada akhirnya kita menjadi terlalu asyik. Bersedekah ke masjid setiap saat, hingga abai pada tetangga yang hampir sekarat. Tetangga yang jarang ke masjid karena dituntut mencari makan sehari semalam. Tetangga yang nyaris tak dikenal oleh siapapun. Mereka orang-orang kecil yang terlalu kecil untuk dapat menarik perhatian. Paling banter, 5 tahun sekali mendapat bantuan. Yakni ketika menjelang pemilihan demokratis diselenggarakan.
________________
Ada dua hal positif yang saya dapatkan setelah membaca cerita di atas.
Pertama, begitu pandainya setan-setan mengecoh manusia. Hal yang sekilas terlihat baik-baik saja, ternyata di sebaliknya terlintas petaka.
Pernah saya baca, jika setan tak bisa menghentikan seseorang untuk melakukan ibadahnya, maka setan menyelipkan rasa takaburnya, sehingga orang tersebut beranggapan ibadahnyalah yang paling sempurna.
Ketika setan tak bisa menutupi tipuan-tipuan para pengemis, maka setan mengajak manusia agar benar-benar tak percaya pada pengemis, hingga kemudian manusia mengabaikan semua tangis.
Hal positif kedua... Saya tiba-tiba mendapatkan ide untuk menulis. Padahal beberapa jam tadi sebelum tidur, saya sedang kebingungan untuk menulis tentang apa di hari ke 20 ini.
Semoga memang semudah ini mencari inspirasi menulis.
🙂🙂😃
Komentar
Posting Komentar