Langsung ke konten utama

Belajar dan Bermain 

Oleh: Aidi Kamil Baihaki 

Sebelum saya menjadi seorang ayah _yang tentu saja saya belum menjadi guru yang sebenarnya_, saya selalu berpikir bahwa bermain adalah satu hal dan belajar adalah hal lainnya. Kedua hal ini mempunyai waktu dan caranya masing-masing. Tidak boleh belajar sambil bermain sebab tidak akan menghasilkan apa-apa. 

Beberapa kali saya mendoktrinkan pada anak-anak yang belajar di masjid Miftahul Falah, di mana saya sering menemani mereka belajar mengaji, bahwa niat belajar harus mantab ketika berangkat dari rumah. Ketika ustadz mengajar, mereka tidak boleh ada yang cengengesan, celingak-celinguk, bergurau, apalagi tidur. 

Ketika mengajari mengaji itu, biasanya saya akan memulai dengan memberi mereka kesempatan selama 10 menit untuk bergurau. Setelah itu, belajar akan dimulai selama 1 jam secara serius. Jika ada yang kurang bersungguh-sungguh, nanti akan tahu akibatnya. Jadi terasa sekali bahwa saya benar-benar membedakan antara bermain dan belajar. 

Hingga kemudian lahir anak pertama yang merupakan anugerah tak terkira dari-Nya. Perempuan kecil yang imut dan manja. Setiap saya pulang dari mengajar di sekolah, dia hampir selalu menyambut dengan ajakan bermain. Pernah suatu kali saya begitu lelah dan ingin segera istirahat. Sampai di rumah, puteri sulung saya ini, namanya Aurel, langsung menggelayut dan mengajak bermain. Dengan halus saya menolaknya, “Bermainlah dengan ibu dulu, ayah masih butuh istirahat.” 

Aurel menurut, dia mencari ibunya ke ruangan lain. Saya segera berebah di kamar. 

Belum 2 menit tiduran, Aurel sudah masuk dan merengek, “Ayah... Ibu juja menyantuk catanya, Awen mau main cama capa?” Ujarnya dengan cadel. 

Mendengar rengekan itu kantuk saya musnah seketika. Saya keluar dari kamar dan mendapati isteri yang sedang menonton televisi. Tanpa babibu lagi, kabel-kabel televisi saya copot dari stop kontak listrik, sambil memberikan ultimatum, “Awas kalau dinyalakan lagi!” 

Aurel ini maunya hanya bermain dan bermain. Sulit sekali mengajaknya belajar. Sebagai laki-laki yang sedang senang-senangnya menjadi seorang ayah, saya tidak tega untuk tegas pada Aurel. 

Nah, inilah awal saya berubah pikiran mengenai belajar dan bermain. Saya mengajarinya mengenal huruf alfabet lewat video nyanyian. Ketika sudah hapal urutan-urutan nama huruf, saya belikan gambar-gambar huruf dan puzzle huruf. Aurel bermain bongkar pasang sambil menyebutkan nama huruf yang dipasangnya. 

Aurel berumur 4 tahun ketika saya mengajarinya belajar membaca. Sehingga ketika di Taman Kanak-kanak Aurel sudah bisa membaca melebihi kemampuan teman seusianya, bahkan yang setahun lebih tua darinya. 

Ya, sekarang saya menyadari bahwa dunia anak-anak adalah dunia bermain. Itu sudah kodrati! Maka jika kita akan mengajaknya belajar sebaiknya menggunakan media, methode dan pendekatan yang mengandung unsur permainan. 

Saya masih ingat, Aurel saya kenalkan pada nama hari melalui nyanyian Nama Hari ciptaan Pak Kasur, yang liriknya;

Senin Selasa, Rabu Kamis, 

Jumat, Sabtu, Minggu itu nama-nama hari. 

senin sekolah, lekas pintar 

Anak yang pemalas tidak naik kelas 

Dan saya masih ingat juga bagaimana jawaban Aurel ketika pertama kali saya tanya, “Apa nama hari setelah hari Minggu?” 

Dia menjawab, “Itulah nama-nama!” 

Anak kedua saya sekarang sudah berumur 4 tahun, namanya Elit. Ia lahir ketika saya sudah benar-benar menjadi guru. Maksudnya, saya sudah mendapat SK Pengangkatan sebagai PNS. Tentu saja sudah banyak belajar tentang metode dan strategi pembelajaran. 

Untuk anak kedua ini saya menerapkan bermain dan belajar sepenuhnya. Bahkan akhir-akhir ini dia tidak mau tidur jika tidak didahului tebak-tebakan, minimal harus ada 5 pertanyaan yang setiap pertanyaan harus mengandung 5 jawaban. Agar dia tidak hanya pintar menjawab, maka harus diundi lebih dulu dengan permainan batu gunting kertas, yang kalah harus bertanya. 

 Jika giliran saya yang bertanya, saya pilih pertanyaan yang jawabannya berkaitan dengan apa yang baru diketahuinya dalam beberapa hari terakhir, misalnya sebutan angka dalam bahasa Inggris, sebab akhir-akhir ini dia terlihat sering menonton video animasi Numberblock. 

Di sela-sela jawabannya yang salah, saya menjelaskan letak kesalahannya dan bagaimana perbaikannya. Misalnya tentang penyebutan fifteen dan sixteen untuk lima belas dan enam belas, fifty dan sixty untuk lima puluh dan enam puluh. 

Ketika saya mengajukan pertanyaan, Elit biasanya bisa langsung menjawabnya meski kadang tidak tuntas hingga 5 jawaban. Tapi ketika giliran dia diharuskan bertanya, kadang terlihat bingung mau bertanya tentang apa, dan kadang terlihat kesulitan untuk mengungkapkan pertanyaan dengan kalimat yang tepat. Ini membuat saya sering mengulang pertanyaannya dan memastikan bahwa maksud yang saya tangkap sama persis dengan apa yang ingin dia inginkan. 

Tak jarang kalimat yang digunakan dalam pertanyaannya malah tidak menggambarkan dengan benar apa yang ditanyakannya. 

Eh, beneran lho, Pintar menjawab saja tidak cukup! Anak kita harus pintar bertanya juga, ini memudahkan kita untuk mengevaluasi sampai di level mana kekritisan daya pikirnya dan sehebat apa keterampilan bertanyanya. 

Pernah suatu saat Elit memamerkan kemampuannya berhitung di depan ibunya, dari 1 sampai seratus. Dalam bahasa Inggris! 

Ibunya benar-benar takjub. Dia meyakini bahwa kemampuan itu semata-mata karena Elit sering menonton video Numberblock. Saya tidak punya peran apa pun! 

Dalam situasi diremehkan begitu, seperti biasa ... Saya hanya mengelus dada. Kepada Tuhanlah tempat saya berpasrah dan mengadu. Hehe...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Galeri Ramadhan

Pondok Ramadlan SDN 3 Buduan 30 Maret 2023  SDN 3 Buduan Suboh, yang awalnya merencanakan akan melakukan kegiatan Pondok Ramadhan pada tanggal 17-19 April 2023, sesuai anjuran Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo, akhirnya memajukan pelaksanaan pada hari ini, Kamis 30 Maret hingga 2 April 2023. Bpk. Abdi Rasa menjadi ketua panitia kegiatan Pondok Ramadhan karena beliau adalah guru PAI di sekolah ini. Sekretaris kegiatan adalah Bpk. Lutfi Aziz, dan bendahara adalah Bpk. Aidi Kamil Baihaki. Kegiatan diawali dengan pelaksanaan shalat dhuha berjamaah. Kemudian dilanjutkan dengan seremonial pembukaan kegiatan, dipimpin oleh Ibu Rumiyati selaku kepala sekolah SDN 3 Buduan, dan doa dipimpin oleh Bpk. Lutfi Azis. Berlanjut dengan pemberian  wawasan tentang materi puasa, oleh Bpk. Abdi Rasa. Selesai materi di kelas, siswa melaksanakan tadarrus Al-Qur'an dengan dibagi menjadi kelompok putera dan kelompok puteri. Setiap siswa membaca 4 ayat dari Al-Qur'an secara bergantian. Teman yang la...

Totalitas Kebaikan

Totalitas Kebaikan Oleh: Aidi Kamil Baihaki   Bayangkan, ada seseorang yang tidak kita kenal, tiba-tiba datang menghiba minta pertolongan yang berkaitan dengan keuangan. Apa jawaban anda?  Hampir semua jawaban akan mengatakan kita harus lebih dulu mencari tahu apakah orang itu benar-benar patut dibantu atau tidak. Kalau perlu diinterogasi. Tak jarang juga kita malah serta merta menolak. Dulu, saya juga pernah memilih bersikap seperti itu. Berbuat baik pada seseorang karena mengenal orang tersebut. Baik itu karena mengenalnya sendiri atau juga berkat rekomendasi orang lain.  Kenapa ada sedikit persyaratan bahwa bantuan itu sebaiknya diberikan pada orang yang kita kenal?  Pernah saya berpikir bahwa normal saja jika kita membantu seseorang dan berharap orang tersebut terus mengingat kebaikan itu, hingga suatu saat dia akan membalas hutangnya pada kita. Tapi sungguh mengecewakan, orang itu seakan melupakan kebaikan kita.  Timbul pikiran, untuk apa berbuat baik terha...

Perkalian Bersusun

Kali ini, maksud saya tadi pagi di sekolah, saya mengetes kemampuan siswa dalam perkalian bersusun. Sungguh mengenaskan! Tak ada satu pun siswa yang bisa melakukan penghitungan perkalian cara bersusun. Nampaknya tugas kali ini menjadi berat. Bagaimana saya bisa mengajarkan Matematika kelas 5 jika materi kelas 4 belum dikuasai? Hari ini ada siswa yang baru bersekolah, kemaren-kemaren dia dalam kondisi baru dikhitan. Renandra, dipanggil Nanda. Tetapi di saat yang sama, ada dua siswa yang tidak ke sekolah: Dila dan Dinar. Hafalan perkalian sudah sampai bilangan 6, tapi belum semuanya berhasil menghafal. Jadi besok sebagian siswa dites perkalian 7, dan sebagian lagi dites perkalian 6. Saya merenung sebentar. Memang kemampuan siswa di daerah gunung dengan di daerah bawah sama saja. Faktor lingkungan tidak banyak berpengaruh. Guru tetap paling dominan memberikan andil dalam mengkonstruksi kemampuan siswa. Faktor keluarga dan lingkungan hanyalah sebagai pendukung. Sekunder. Sebelum pulang say...