Langsung ke konten utama

Mantera Orang Lemah

Mantra Orang Lemah 

Oleh: Aidi Kamil Baihaki. 

Romli belum menuntaskan kantuknya saat terdengar ketukan dari pintu depan. 

Beberapa kali mulutnya menguap dan menggerutu, memisuh karena suara itu. 

Kantuknya berganti menjadi kepanikan saat ketukan berubah gedoran. 

Sarung Romli dikalungkan begitu saja kemudian langsung berkelebat melompat ke lobang jendela yang setengah terbuka. 

Lompatan sempurna, setidaknya karena lompatan itu tanpa rencana dan tanpa latihan sebelumnya. 

Pagar samping rumahnya yang setinggi 1 setengah meter berhasil dilampauinya. 

Tapi apes, belum lagi kakinya mendarat sempurna, lehernya sudah tertarik oleh lilitan sarung yang ujungnya nyantol di pagar bambu yang dilompatinya. 

GUBRAAAK! 

Romli meringis. Tubuhnya oleng menghantam pagar. 

Cepat-cepat dia berdiri, sampai lupa untuk mengeluhkan sakit di kakinya yang berdarah tergores beling. 

Baru saja hendak berlari... 

“Buka, Baaang...! Cepat!” Suara yang akrab di telinganya berteriak dari depan pintu rumah.. 

Haddeeeh..! 

Romli menepuk jidat. Mulutnya misuh-misuh makin tak karuan. 

Barulah rasa sakit di kaki terasa mengganggunya. Ia berjalan terhuyung memutar menuju depan rumah. 

Mendapati istrinya yang masih saja menggedor pintu. Romli mengambil beberapa batu kerikil dan menghamburkannya ke arah Marni, istrinya. 

Marni terkejut dan berusaha menghindar. 

Begitu dilihatnya keadaan sang suami, ia segera sadar apa yang terjadi. “Aduh, Bang... “ 

Belum selesai satu kalimat yang diucapkan Marni, Romli sudah mendelik kesal. 

“Kamu tuh, ya.. Tingkah mirip tukang tagih!” 

Antara menyesal dan ingin tertawa, Marni memalingkan muka. Sebab Romli hanya memakai kaos oblong tanpa celana dalam. Sementara sarungnya hanya terlilit di leher. 

Sadar akan situasinya, Romli segera memperbaiki. 

“Bang, panik kok ya sampai segitunya, sih!” 

Romli bersungut-sungut, “Untung saja aku belum lupa kalau kamu isteriku!” Matanya melirik ke tangan kanannya, yang entah sejak kapan sudah menggenggam batu sekepalan. 

Marni memberi isyarat agar mereka segera masuk. 

“Ngapain sih sampai mengunci pintu rumah segala, memangnya aku gak boleh masuk sesukanya?” protes Marni. 

“Bagaimana kalau tiba-tiba polisi datang dan menangkapku?”

“Itu malah bagus!” sahut Marni setengah berkelakar. 

“Bagus kepalamu!” Romli melotot. Tubuhnya menghampiri kursi kayu di sudut ruangan. Duduk di situ, kemudian memeriksa bagian kakinya yang terluka. 

Marni bergegas mengambil minyak tanah dan dikucurkannya ke luka itu. 

“Mau sampai kapan, Bang...? Hidup kita hanya satu kali, sayang banget kalau dibuat ruwet...” ucap Marni lirih. 

Dia merasa harus mengatakan begitu untuk menenangkan suaminya yang telah kehilangan ketentraman. 

“Jadi kamu mau aku di penjara?” sekali lagi Romli mendelik. 

“Kalau masalah mau dan tidak mau, Aku sih tidak mau, Bang. Tapi mau bagaimana lagi?” sahut Marni tanpa melihat muka suaminya. 

Air mata Marni menetes. Pedih! 

Hidup orang miskin itu memang selalu serba terpaksa, tak heran jika kalimat ‘mau apa lagi’ dan sejenisnya sering terucap di kalangan mereka. 

Makan nasi tanpa lauk akan terasa nikmat jika didahului mantra keluhan ‘mau bagaimana lagi’. 

Tidur setengah nyenyak karena dingin dan diganggu gigitan nyamuk, siksanya tidak akan begitu terasa jika rela mengucapkan ‘mau bagaimana lagi?’ 

Termasuk ketika Romli mengambil resiko besar, menyanggupi permintaan orang tak dikenal untuk mengantarkan sebuah paket dengan imbalan lumayan, meskipun hati memberontak, karena anak sulungnya sudah berkali-kali menagih uang semester yang sudah menunggak dua kali. 

 Mau bagaimana lagi? 

Dan ketika di tengah perjalanan dia melihat beberapa polisi yang bersikap seakan tengah menunggunya, seketika dia berlari kencang. 

Beberapa polisi mengejar, tapi dia berhasil bersembunyi. 

Lama kemudian, ketika pulang, isterinya bercerita bahwa ada polisi datang ke sana diantar Pak RT. 

Maka sejak itulah ia merasa menyandang status sebagai buron. 

Memangnya mau bagaimana lagi? 

“Besok kita ke Pak Lurah, Bang.” Marni menatap lekat, berharap sarannya tidak ditolak. “Kita jelaskan bagaimana kejadiannya pada Pak Lurah, siapa tahu beliau bisa mempercayai dan malah membantu kita.” 

Romli diam memperhitungkan pendapat isterinya. 

“Bagaimana kalau beliau tidak percaya?” suara Romli penuh tekanan kebimbangan. 

Marni mengusap air matanya, semata-mata untuk memberikan kemantaban pada sang suami, 

“Kita terima. Toh, dengan status buron, sama saja! Sama-sama memenjarakanmu! Memangnya mau bagaimana lagi?”  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Galeri Ramadhan

Pondok Ramadlan SDN 3 Buduan 30 Maret 2023  SDN 3 Buduan Suboh, yang awalnya merencanakan akan melakukan kegiatan Pondok Ramadhan pada tanggal 17-19 April 2023, sesuai anjuran Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo, akhirnya memajukan pelaksanaan pada hari ini, Kamis 30 Maret hingga 2 April 2023. Bpk. Abdi Rasa menjadi ketua panitia kegiatan Pondok Ramadhan karena beliau adalah guru PAI di sekolah ini. Sekretaris kegiatan adalah Bpk. Lutfi Aziz, dan bendahara adalah Bpk. Aidi Kamil Baihaki. Kegiatan diawali dengan pelaksanaan shalat dhuha berjamaah. Kemudian dilanjutkan dengan seremonial pembukaan kegiatan, dipimpin oleh Ibu Rumiyati selaku kepala sekolah SDN 3 Buduan, dan doa dipimpin oleh Bpk. Lutfi Azis. Berlanjut dengan pemberian  wawasan tentang materi puasa, oleh Bpk. Abdi Rasa. Selesai materi di kelas, siswa melaksanakan tadarrus Al-Qur'an dengan dibagi menjadi kelompok putera dan kelompok puteri. Setiap siswa membaca 4 ayat dari Al-Qur'an secara bergantian. Teman yang lai

Kelas 5-ku

Selasa, 19 Juli 2022, hari kedua saya di SDN 3 Buduan. Tadi saya mengetes kemampuan siswa menulis dan membaca bilangan. Hanya tiga siswa yang salah menulis bilangan ratusan. Lima ratus enam ditulis 5006. Mayoritas siswa bisa melakukan dengan benar. Dalam kemampuan membaca bilangan, nilai tempat tertinggi yang bisa dibaca hanyalah puluh ribuan. Tidak ada yang bisa membaca bilangan 213458, mereka nampak bingung. Padahal Elit yang masih TK sudah bisa membaca bilangan hingga milyaran. Saya menuliskan 123456789 di papan tulis. Saya minta mereka menyebutkan bilangan tersebut, jika benar akan mendapat hadiah. Tidak ada yang mau menjawab. Sekedar memberanikan diri untuk coba-coba juga tidak ada. Entah karena status saya sebagai guru baru yang membuat mereka agak canggung, atau memang ada masalah mental di sini. Dengan penuh keyakinan saya katakan, "Hari ini kalian akan bisa membaca bilangan ini. Hanya dalam satu-dua menit saya ajarkan." Saya letakkan titik di setiap tiga digit di bil

Hanya Iseng

 Lazisnu Mlandingan bersama jajaran pengurus di MWCNU Mlandingan dan semua Ketua dan Sekretaris Ranting NU di kecamatan Mlandingan melakukan kegiatan NU Berbagi pada Rabu 27 April 2022, jam 16.00 WIB di sekretariat MWCNU Mlandingan. Dokumentasi resmi bisa dikulik pada Blog NU Mlandingan Online di semua platform media sosialnya. Di sini saya hanya menempel jepret kamera hasil keisengan saja. Saya mengedit kembali semua hasil rekaman agar lebih menarik, sekaligus mencoba untuk mengakrabi fitur-fitur penyerta di hape Vivo Y51 yang baru saya beli sekitar sepuluh hari yang lalu. Saya mengeditnya sambil tertawa-tawa sendiri, ternyata banyak hasil jepretan yang lucu. Tiba-tiba timbul niat mempostingnya untuk berbagi tawa dengan pengunjung blog saya. Semoga mereka yang terekam tidak marah pada saya. Karenanya, saya mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.  Ampunilah saya! Walau ngantuk, tetap hadir karena jiwa militan Selalu ada tawa di setiap kebersamaan Berkiprah tak harus kaprah Niatnya sel