Langsung ke konten utama

Mimpi Meila, Kenyataan Tina

Mimpi Meila, Kenyataan Tina 

Oleh: Aidi Kamil Baihaki

Sudah tiga kali Meila mengalami mimpi menakutkan. Tiga malam berturut-turut. Semua menakutkan. Mimpi itu seakan runtut seperti tayangan sinetron. Menghadirkan ketakutan bagi Meila, sebab bayangan hitam selalu menyergapnya ketika bersama Tina. 

Walaupun itu hanya mimpi. 

Tiga kali pula Tina gagal meyakinkan Meila bahwa mimpinya hanya bunga tidur, tidak ada makna sama sekali. Serupa juga kegagalan Meila untuk meyakinkan Tina bahwa mimpinya adalah sebuah firasat. 

“Kita lihat saja, dalam seminggu ke depan. Jika tidak ada apa-apa, berarti pendapatku benar.” ujar Tina. 

“Dan jika terjadi apa-apa, berarti kamu harus merubah pemahaman!” sergah Meila. 

Tina mengangkat alisnya, dia yakin kelak kebenaran akan berada di pihaknya. Seulas senyumnya adalah jawaban persetujuan dan kesepakatan. 

Tiga hari berikutnya mimpi itu tidak datang lagi, dan selama itu tidak ada kejadian apapun yang dapat dikaitkan dengan mimpi Meila. 

Rupanya Meila harus jantan mengakui bahwa Tina benar. Mimpi kosong yang dialaminya! 

Bahkan hingga setengah bulan, walaupun mimpi itu terulang hingga 4 kali, tetap saja tidak ada kejadian apapun yang mendukung keyakinannya bahwa mimpi adalah firasat.

Hanya saja.. Kesibukan membuat Meila jarang bertemu dengan Tina. Bahkan untuk sekedar bertelponan pun tidak sempat. 

Hingga suatu saat.. Ketika semalaman Meila mengaktifkan mode pesawat pada Smartphonenya. Baru pada pagi harinya dia mengubah lagi setelannya pada mode normal. 

Rupanya semalam Tina mengirimkan chat pribadi lewat WA, jam 00.02 WIB. 

‘Aku menyerah, kawan!’ 

‘Maafkan kalau aku tak mau berbagi tentang masalahku yang satu ini.’ 

‘Ini adalah aib keluarga yang tak mungkin kuceritakan. Awalnya aku yakin bisa menyelesaikan, atau jika terpaksa..’ 

‘Aku harus mampu menerima dan ikhlas menjalani. Aku menyerahkan sepenuhnya pada takdir!’ 

Chat-chat itu terkirim besusulan. 

Kemudian selang 5 menit berikutnya, 00.21 WIB Chat berikutnya dikirimkan ... 

‘Mimpimu benar, Mil... Bagaimanapun aku berusaha memungkirinya, pada akhirnya aku harus setuju pada keyakinanmu’. 

‘Mimpi adakalanya merupakan firasat!’

Berikutnya Tina mengirim emoticon menangis. 

‘Rossi menolak bertanggung jawab atas kehamilanku!’

Itu chat terakhirnya. 

Tiba-tiba Meila merasakan detak jantungnya tidak karuan. Rasa cemasnya berlebihan.

Segera ditelponnya Tina lewat WA, tapi nampaknya Tina menonaktifkan jaringan data selulernya. 

Mau menelpon biasa, pulsanya tidak mencukupi. 

Akhirnya diputuskannya untuk menuruti saran suara perempuan di seberang sana untuk menekan angka 1 agar panggilan dibayari penerima. 

Dua kali mencoba... Dua kali gagal terhubung. 

Meila mulai merasa sedikit panik. Entah karena apa. Dia segera memutuskan untuk ke rumah Tina. Secepatnya. 

Meila menghentikan motor persis di dekat kerumunan warga di ujung gang jalan masuk ke rumah Tina. Suasana keramaian yang ditemuinya sangat tidak biasa. 

Di situlah Meila tiba-tiba merasakan seakan langit runtuh menimpa, setelah mendengar cerita salah satu warga. 

Semalam ada keributan di rumah Tina, sekitar jam 01.00 WIB. Warga yang mendengar mengira itu pertengkaran biasa, sebab keluarga Tina memang tidak terlalu harmonis. 

Pada pagi harinya, warga dihebohkan dengan penemuan mayat Tina dengan beberapa bagian luka tusuk terkapar di halaman rumah dekat pintu pagar.

Meila meremas tangannya sendiri. Sungguh dia tak habis fikir, kenapa bayangan gelap itu benar-benar datang saat dirinya sudah mulai belajar untuk tidak mempercayai? 

Atau kenapa mimpi itu datang pada dirinya, padahal kejadiannya menyangkut orang lain? 

Bagaimanapun... Meila sangat terpukul. Tubuhnya jadi lunglai tak mampu berdiri. Tak ada kata yang diucapkannya. Pikirannya penuh dengan hal berkaitan dengan Tina. Dia menyesali kenapa semalam tidak mengaktifkan lalu lintas data smartphonenya. 

Meila kebingungan untuk menyesali kejadian yang mana; Terbunuhnya Tina, ataukah firasat mimpi yang telat dipahaminya?  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hanya Iseng

 Lazisnu Mlandingan bersama jajaran pengurus di MWCNU Mlandingan dan semua Ketua dan Sekretaris Ranting NU di kecamatan Mlandingan melakukan kegiatan NU Berbagi pada Rabu 27 April 2022, jam 16.00 WIB di sekretariat MWCNU Mlandingan. Dokumentasi resmi bisa dikulik pada Blog NU Mlandingan Online di semua platform media sosialnya. Di sini saya hanya menempel jepret kamera hasil keisengan saja. Saya mengedit kembali semua hasil rekaman agar lebih menarik, sekaligus mencoba untuk mengakrabi fitur-fitur penyerta di hape Vivo Y51 yang baru saya beli sekitar sepuluh hari yang lalu. Saya mengeditnya sambil tertawa-tawa sendiri, ternyata banyak hasil jepretan yang lucu. Tiba-tiba timbul niat mempostingnya untuk berbagi tawa dengan pengunjung blog saya. Semoga mereka yang terekam tidak marah pada saya. Karenanya, saya mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.  Ampunilah saya! Walau ngantuk, tetap hadir karena jiwa militan Selalu ada tawa di setiap kebersamaan Berkiprah tak harus kaprah Ni...

Dokumentasi Perkemahan Wirakarya 2021

Foto² ini bersumber dari grup Whatsapp Peserta Perkemahan Wirakarya. Jika ada kesamaan tempat dan wajah, tentu saja itu benar. <script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-5952932768089958"      crossorigin="anonymous"></script>  

Totalitas Kebaikan

Totalitas Kebaikan Oleh: Aidi Kamil Baihaki   Bayangkan, ada seseorang yang tidak kita kenal, tiba-tiba datang menghiba minta pertolongan yang berkaitan dengan keuangan. Apa jawaban anda?  Hampir semua jawaban akan mengatakan kita harus lebih dulu mencari tahu apakah orang itu benar-benar patut dibantu atau tidak. Kalau perlu diinterogasi. Tak jarang juga kita malah serta merta menolak. Dulu, saya juga pernah memilih bersikap seperti itu. Berbuat baik pada seseorang karena mengenal orang tersebut. Baik itu karena mengenalnya sendiri atau juga berkat rekomendasi orang lain.  Kenapa ada sedikit persyaratan bahwa bantuan itu sebaiknya diberikan pada orang yang kita kenal?  Pernah saya berpikir bahwa normal saja jika kita membantu seseorang dan berharap orang tersebut terus mengingat kebaikan itu, hingga suatu saat dia akan membalas hutangnya pada kita. Tapi sungguh mengecewakan, orang itu seakan melupakan kebaikan kita.  Timbul pikiran, untuk apa berbuat baik terha...