Langsung ke konten utama

Sempat Menyala, Lalu Padam






Sempat Menyala, Lalu Padam

Oleh: Aidi Kamil Baihaki 

Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ. Istilah baru? Bukan! Distance Learning, mungkin ini istilah yang mendahuluinya. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi PJJ. Pembelajaran Jarak Jauh! Bukan Pembelajaran Jarang-Jarang, loh! Hehe.

Entah sejak kapan istilah PJJ dikenalkan. Mungkin sejak adanya internet yang menghubungkan antar manusia dari berbagai tempat dalam satu waktu dan kegiatan. Yang jelas Covid’19 mempunyai andil cukup besar dalam mempopulerkannya. 

Saya, yang awalnya mengenal istilah tersebut hanya sekedar teori, beranggapan bahwa PJJ itu ribet dan ruwet. Ya ribet dalam biaya dan waktu. Ya ruwet dalam keniscayaan penguasaan keterampilan tekhnologi digital. Catat! Ini anggapan dalam perspektif pribadi loh, ya! 

Hingga pada suatu saat, setelah Menteri Pendidikan melalui jajaran di bawahnya menginstruksikan penutupan sekolah untuk menghindari munculnya kluster baru Covid’19.

Beberapa minggu kemudian wali murid banyak yang komplain karena dengan liburnya sekolah maka beban orang tua bertambah. Mereka stres! Disebabkan keharusan mendampingi anak-anak mereka belajar di rumah. 

Ada teman mengatakan ... Bahkan guru yang paling malas pun merindukan kegiatan mengajar di sekolah.

Kami para guru sebenarnya juga mengeluh. Sudah saya sebutkan salah satu alasannya di atas, yaitu ruwetnya PJJ.

Satu-satunya yang memaksa murid belajar di rumah dan kami bekerja dari rumah hanyalah wabah Covid’19 itu. 

Namun, kami para guru tidak boleh berlindung di balik instruksi work from home ini dan mengabaikan pendidikan siswa. Pembelajaran Jarak Jauh harus dilakukan. Suka atau tidak, menarik atau membosankan, sulit atau sangat sulit. Hehe.. 

Rekan-rekan guru mulai galau, terutama saya. Bagaimana melakukan Pembelajaran Jarak Jauh ini? Kami maksudkan PJJ ini adalah dengan metode Daring atau Dalam Jaringan (Online).

Saya beruntung sekali berada di bawah naungan PGRI Cabang Situbondo. Para pengurus cepat tanggap terhadap situasi. Tim SLCC (Smart Learning and Character Center) PGRI yang dikomandani Bapak Sahadi _saat itu beliau Sekjen PGRI Kabupaten Situbondo, terkenal energik dan semangatnya meluap-luap_ mengadakan Webinar series selama 20 hari. Pesertanya merupakan perwakilan yang ditunjuk oleh pengurus ranting PGRI masing-masing. 

Inilah Pembelajaran Jarak Jauh secara Daring yang pertama kali saya ikuti. Dalam kegiatan inilah kami diperkenalkan pada berbagai aplikasi pendukung pembelajaran Jarak Jauh, misalnya Microsoft Teams, Google Classroom, Zoom dan Webex.

Di sini kami belajar mengeksplor pemanfaatan aplikasi Rumah Belajar, Kelas Pintar, Kipin School, seTARA Daring, Ruangguru dan sejenisnya. Termasuk juga belajar merancang dan membuat video pembelajaran menggunakan aplikasi Kinemaster, Video Scribe, Camtasia, dan lainnya. 

Aplikasi yang saya sebutkan itu sangat asing walaupun beberapa di antara nama-namanya memakai bahasa nasional kita.

Kesan pada hari pertama... 

Ternyata sangkaan saya benar, Pembelajaran Jarak Jauh ribet!

Kesan pada hari kedua...

Alhamdulillah ada perubahan anggapan, yang awalnya menurut saya hanya ribet saja, menjadi Pembelajaran Jarak Jauh amat sangat ribet dan ruwet! Haha...

Beberapa teman peserta seminar kesasar ke room lain saat masuk ke kelas Office 365.

Kalau gurunya saja bisa kesasar, apalagi muridnya? 

Kesan pada hari ketiga... 

Tensi ketegangan mulai menurun drastis. Bahkan sebagian besar peserta mulai merasa asyik menikmati kegiatan tersebut. Tentu saja, pada saat ini saya sudah menemukan penilaian berbeda tentang Pembelajaran Jarak Jauh versi online. Penuh kreatifitas dan menyenangkan!

Dari kegiatan Webinar Series ini, lahirlah hasil karya lebih seratus video pembelajaran yang siap meramaikan literasi media pembelajaran dalam jagat pendidikan Indonesia, khususnya di Situbondo.

Salut untuk PGRI Cabang Situbondo beserta Tim SLCC-nya! Saya menemukan konsep paling mutakhir tentang Pembelajaran Jarak Jauh, sama sekali berbeda dengan pemahaman sebelumnya. 

Malah metode ini, menurut saya, sangat mungkin bisa diselang-selingkan di antara beberapa pembelajaran secara tatap muka walaupun situasi dan kondisi wabah ini sudah mereda, setidaknya untuk merangsang pemahaman dan kemampuan murid dalam menguasai tekhnologi digital pada gadget.

Saya meyakini bahwa metode ini akan merangsang atau mencetus daya kreatifitas murid dan akan membuat mereka menemukan kegembiraan karena situasi berbeda dari biasanya. Hal lumrah... Sama seperti gembira dan antusiasnya anak-anak ketika mendapatkan mainan baru.

Semangat mulai menyala. Nyala harus dikobarkan! Mulailah saya menata kemantapan niat untuk mempraktekkan PJJ bersama murid-murid tercinta. 

Saya menghubungi rekan guru yang berdomisili di dekat sekolah, Bapak Walid namanya. Kepada beliau saya konsultasikan kemungkinan diadakannya Pembelajaran Jarak Jauh itu. Beliau yang lebih banyak mengetahui situasi dan kondisi setiap murid serta latar belakang keluarganya. 

Setelah pemaparan singkat melalui chatting pribadi melalui aplikasi whatsapp dengan rekaman suara, saya menelponnya, “Bagaimana, Pak... Apa anak-anak bisa dikondisikan?”

“Begini, Pak Edy. Dari jumlah seluruh murid, tidak lebih dari separuhnya yang mempunyai perangkat android!”

Jawaban Pak Walid membuat napas saya memberat.

Ini kendala pertama!

Dengan cepat saya memikirkan solusinya.

“Seperti ini saja, Pak... Kita arahkan agar siswa memakai hape bersama-sama. Satu hape untuk tiga orang. Itu melatih karakter berbagi juga, kan?” 

Rekan saya ini tidak segera menyahut. Dalam bayangan saya, beliau pasti sedang melonjak-lonjak kegirangan karena saya telah menemukan solusi untuk masalah tersebut.

“Bagus itu, Pak.” Ujarnya kemudian, “Tapi...” Suara Pak Walid menggantung.

Saya diam saja, menunggu perkataannya lebih lanjut. “Anak-anak kan tidak tahu dan mungkin bingung dengan aplikasi yang Pak Edy sebutkan tadi.”

Kendala kedua!

Tapi itu tidak cukup kuat untuk mematahkan semangat saya.

“Ah, gampang! Nanti saya ajari sampeyan untuk memahami cara-caranya. Berikutnya sampeyan yang mengajari anak-anak!”

Pak Walid terdiam lagi. Pasti dalam pikirannya terbersit bayangan seperti anggapan saya sebelumnya bahwa Pembelajaran Jarak Jauh akan ribet. Ribet untuk guru dan lebih ribet lagi bagi murid.

Sebelum kepesimisan benar-benar menguasainya, segera saya padamkan.

“Jangan kuatir, Pak, ini mudah kok. Semudah membalik telapak tangan. Makan pisang saja masih perlu membuka kulitnya. Yang ini tidak usah!” Ujar saya berusaha meyakinkan.

Ya iyalah, tidak usah! mana ada kulitnya? Hehe... 

Terdengar Pak Walid berbicara, tapi suaranya tidak jelas. Terputus-putus! Akhirnya sambungan benar-benar terputus. Kualitas jaringan provider memang jelek di daerah itu.

5 menit kemudian di layar hape ada pemberitahuan chat masuk. Dari Pak Walid. Tulisan itu tercetak bold / tebal.

“Nanti sinyalnya beli di mana, Pak?”

Appaaah...?

Hahaha... Satire banget pertanyaannya. Sekaligus ironis!

BRUUGG..!

Kendala ketiga!

Ini spontan membuat gelora jiwa saya ambruk. 

Menyerah pada situasi yang sebenarnya memang sudah sepantasnya, ternyata tetap saja terasa menyakitkan.

Sekolah tempat saya mengajar tergolong daerah terpencil. Akses ke sana tidak mudah. Saking terpencilnya, bukan hanya moda transportasi yang aksesnya terbatas, bahkan sinyalpun... Yang sebenarnya lebih mirip jin yang mampu berkelebat ke mana pun ia mau, enggan datang secara konstan. Menjengkelkan!

Akhirnya Pembelajaran Jarak Jauh itu terpaksa tetap menggunakan metode Luring (Luar Jaringan). Saya menuliskan beberapa tugas untuk murid, kemudian dikirimkan ke Pak Walid via WA. Beliau yang menyampaikannya kepada murid. Hasil tugas secara fisik berupa lembaran kerja akan dikirimkan murid pada saya melalui perantara yang sama.

Pembelajaran Jarak Jauh dengan model ini sangat tidak menarik. Tapi apalah daya...?

Di masa mendatang, kami sangat berharap semoga pemerintah atau siapapun yang perduli pada pendidikan menyempatkan untuk melirikkan perhatiannya pada sekolah kami, terutama dalam hal pengadaan jaringan internet gratis yang kecepatannya minimal sama dengan kecepatan rata-rata penggunaan jaringan data seluler pada android.

Sehingga keterbatasan akses ke sekolah ini dapat diatasi dengan kemudahan akses internet tersebut. 

Bukankah hak memperoleh layanan pendidikan anak-anak di negeri ini harusnya tidak ada perbedaan?

Apalagi jika melirik pada isi Buku Tematik terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang biasanya dalam proses pembelajarannya selalu menitikberatkan pada keaktifan siswa dalam mencari informasi pengetahuan.

Misalnya dengan kalimat, Untuk menambah pemahaman siswa, guru meminta siswa untuk menuliskan hal-hal yang mereka ketahui tentang lurah. Untuk menambah pengetahuannya, siswa dapat mencari informasi dari internet, atau Untuk menguatkan pemahaman tentang manfaat kelembagaan politik, siswa dapat mencari informasi dari media online dan media sosial.

Lah, Sinyalnya beli di mana? Hehehe...

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-5952932768089958"

     crossorigin="anonymous"></script>

Komentar

  1. Jangankan anda yg di pelosok Pak, saya saja yang mengajar di tengah kota dengan jangkauan signal yg cukup memadai dan SDM wali murid yg lumayan, juga banyak kendala dalam PJJ.
    Tapi ini tantangan kita sebagai guru di era baru, yang mau ga mau harus memaksa kita keluar dari zona nyaman dengan sistem pembelajaran konvensional.

    Semangat Pak Guru, semoga pemerintah memfasilitasi proses PJJ disana agar semangat siswa² anda tidak nyala - padam - nyala - padam selama pandemi ini 💪🏻😌👌🏻

    BalasHapus
  2. Terima kasih, Bu.

    Betul sekali, tantangan² itu pasti menghadang setiap kemauan. Hanya pemalas yang menikmati hidupnya bebas dari tantangan dan halangan.

    Semoga kita dan semua murid kita tetap dapat melaksanakan proses pembelajaran dan pendidikan.

    Kalau ibu juga punya blog, silahkan tinggalkan link di komentar. Siapa tahu kita bisa saling mendukung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aduh, blog saya isinya curhat pak 🤣

      Hapus
    2. Yang penting isi atau terisi.
      Dari pada seperti blog saya ini, 7 tahun penuh sarang laba².
      😎😎

      Hapus
  3. Kudu tetap semangat pak... Demi.... Hehehe

    BalasHapus
  4. Apa yang anda rasakan itupun juga kami rasakan oleh para guru, terutama di sekolah saya sendiri disaat mulai istilah PJJ viral di dunia pendidikan. Tapi saya sedikit percaya diri dari teman-teman yang lain, apa yg membuat saya percaya diri ? Kira-kira di pertengahan tahun 2019 saya sudah mulai mengenal pelatihan online / wibenar tentang dunia pendidikan melalui SEAMOLEC. dimana disaat itulah saya mulai banyak mengenal yang namanya dunia pendidikan online dan berbagai aplikasi sederhana yang bisa di terapkan dalam pembelajaran serta banyak grub webinar yg di adakan oleh IGI dari berbagai provinsi.Akhirnya setelah di awal -awal mulai viral yang namanya PJJ baru saya rasakan manfaat manfaat mengikuti pelatihan secara online.tapi kendala yang saya rasakan ada dari segi fasilitas dan infratruktur pelaksanaan pembelajaran secara daring terutama masalah alat dan jaring yang di miliki siswa. Selain dari itu adalah pemahaman orang tua tentang pembelajaran daring yang kurang sehingga kurang mendukung. Tapi kita sebagai pendidik harus tetap semangat berbagai strategi dilaku meskipun hasilnya nihil. Tapi inilah sebuah fakta, saya berfikir inilah hikma dari corona memaksa kita dan dunia pendidikan berevolusi meskipun tak lepas dari segala kelebihan dan kekurangannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantab, Pak!
      Anda selangkah di depan kami secara rata-rata.

      Saya beruntung bisa berada dalam sebuah keluarga hebat, yang inshaa Allah masa depan pendidikan Situbondo tergenggam di tangannya.

      Terima kasih atas tanggapannya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Galeri Ramadhan

Pondok Ramadlan SDN 3 Buduan 30 Maret 2023  SDN 3 Buduan Suboh, yang awalnya merencanakan akan melakukan kegiatan Pondok Ramadhan pada tanggal 17-19 April 2023, sesuai anjuran Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo, akhirnya memajukan pelaksanaan pada hari ini, Kamis 30 Maret hingga 2 April 2023. Bpk. Abdi Rasa menjadi ketua panitia kegiatan Pondok Ramadhan karena beliau adalah guru PAI di sekolah ini. Sekretaris kegiatan adalah Bpk. Lutfi Aziz, dan bendahara adalah Bpk. Aidi Kamil Baihaki. Kegiatan diawali dengan pelaksanaan shalat dhuha berjamaah. Kemudian dilanjutkan dengan seremonial pembukaan kegiatan, dipimpin oleh Ibu Rumiyati selaku kepala sekolah SDN 3 Buduan, dan doa dipimpin oleh Bpk. Lutfi Azis. Berlanjut dengan pemberian  wawasan tentang materi puasa, oleh Bpk. Abdi Rasa. Selesai materi di kelas, siswa melaksanakan tadarrus Al-Qur'an dengan dibagi menjadi kelompok putera dan kelompok puteri. Setiap siswa membaca 4 ayat dari Al-Qur'an secara bergantian. Teman yang lai

Hanya Iseng

 Lazisnu Mlandingan bersama jajaran pengurus di MWCNU Mlandingan dan semua Ketua dan Sekretaris Ranting NU di kecamatan Mlandingan melakukan kegiatan NU Berbagi pada Rabu 27 April 2022, jam 16.00 WIB di sekretariat MWCNU Mlandingan. Dokumentasi resmi bisa dikulik pada Blog NU Mlandingan Online di semua platform media sosialnya. Di sini saya hanya menempel jepret kamera hasil keisengan saja. Saya mengedit kembali semua hasil rekaman agar lebih menarik, sekaligus mencoba untuk mengakrabi fitur-fitur penyerta di hape Vivo Y51 yang baru saya beli sekitar sepuluh hari yang lalu. Saya mengeditnya sambil tertawa-tawa sendiri, ternyata banyak hasil jepretan yang lucu. Tiba-tiba timbul niat mempostingnya untuk berbagi tawa dengan pengunjung blog saya. Semoga mereka yang terekam tidak marah pada saya. Karenanya, saya mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.  Ampunilah saya! Walau ngantuk, tetap hadir karena jiwa militan Selalu ada tawa di setiap kebersamaan Berkiprah tak harus kaprah Niatnya sel

Kelas 5-ku

Selasa, 19 Juli 2022, hari kedua saya di SDN 3 Buduan. Tadi saya mengetes kemampuan siswa menulis dan membaca bilangan. Hanya tiga siswa yang salah menulis bilangan ratusan. Lima ratus enam ditulis 5006. Mayoritas siswa bisa melakukan dengan benar. Dalam kemampuan membaca bilangan, nilai tempat tertinggi yang bisa dibaca hanyalah puluh ribuan. Tidak ada yang bisa membaca bilangan 213458, mereka nampak bingung. Padahal Elit yang masih TK sudah bisa membaca bilangan hingga milyaran. Saya menuliskan 123456789 di papan tulis. Saya minta mereka menyebutkan bilangan tersebut, jika benar akan mendapat hadiah. Tidak ada yang mau menjawab. Sekedar memberanikan diri untuk coba-coba juga tidak ada. Entah karena status saya sebagai guru baru yang membuat mereka agak canggung, atau memang ada masalah mental di sini. Dengan penuh keyakinan saya katakan, "Hari ini kalian akan bisa membaca bilangan ini. Hanya dalam satu-dua menit saya ajarkan." Saya letakkan titik di setiap tiga digit di bil