Langsung ke konten utama

Seribu Cara Tuhan

Seribu Cara Tuhan

Oleh; Aidi Kamil Baihaki

Suatu ketika...

Putriku merengek. Dia minta boneka Masha, harganya 25.000. Jika ditawar mungkin hanya 20.000 saja. Itu sesuai jumlah uang dalam dompetku.

Dasar pedagang, rengekan putriku membuatnya bersikukuh. Padahal aku masih perlu membeli bensin motor 10.000 jika tak ingin pulang berjalan kaki sambil mendorongnya.

Datang seorang ibu tua menggendong anak kecil berumur 4 tahunan. Si anak bukan hanya merengek, tapi juga menangis keras sambil menunjuk-nunjuk pada boneka Beruang seharga 35.000 rupiah.

Nampaknya si ibu sudah sangat kewalahan menenangkan si anak, dan si anak sudah tidak mau tawar-menawar lagi.

Boneka harus dibelikan!

Rengekan putriku terhenti karena perhatiannya tertuju pada si anak kecil.

Tawar menawar antara si ibu dengan pedagang terlihat alot. Si pedagang menawarkan boneka lain yang lebih murah, tapi itu membuat tangis si anak menjadi lebih kencang.

Si ibu nampak bingung.

Rupanya uangnya kurang 10.000 agar bisa mendiamkan tangis si anak yang menurutku adalah cucunya. 

Ibu tua itu seperti panik, menoleh tak tentu arah. 

Gelisah!

Aku berbisik pada putriku, “Apa kamu bersedia membantu embah itu supaya cucunya senang?” 

Putriku diam.

Mungkin tak mengerti.

“Adik itu ingin boneka Beruang, tapi uangnya tidak cukup. Kalau kamu mau, kamu bisa membantunya dengan uang ini. Nanti kamu akan mendapatkan boneka yang lebih bagus dari yang kamu inginkan!” 

Putriku menatapku seperti ragu. Lalu berganti menoleh pada anak yang masih menangis itu. 

“Percayalah pada Ayah!” Pintaku dengan serius. 

“Kalau kamu bisa membuat anak itu bahagia, maka suatu saat Tuhan yang akan membuatmu lebih bahagia. Berikanlah ini!” ujarku sambil menyelipkan uang sepuluh ribu di tangannya. 

Alhamdulillah, putriku segera menyerahkan uang itu pada 'adiknya'. 

Si ibu seketika menoleh padaku. Sepintas matanya nampak berkaca-kaca. Aku mengangguk sebagai tanda rela. 

Boneka itu segera berpindah ke pangkuan si kecil. Tangisnya berhenti seketika. 

Ibu itu mendekatiku dan sangat berterima kasih. 

Tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti persis di dekat kami. Seorang perempuan yang mungkin seusia denganku keluar dari pintu kiri depan. 

“Maaf ya, Bi. Tadi aku cepat-cepat keluar dari pasar karena baru sadar kalau hape saya ketinggalan di toilet POM bensin yang kita mampir tadi. Aku tidak sempat bilang ke Bibi karena kuatir hapenya ditemukan orang. Maaf ya, Bi? Eh, Ica sini, gendong mama ya? Eh, Ica kenapa, Bi?”

Ibu itu menceritakan bahwa Ica menginginkan boneka yang sekarang di tangannya. 

“Uang saya tidak cukup, Nya! Untung ada Mas ini,” ujarnya sambil matanya menunjuk padaku. 

“Bagaimana, Mas... Apa jadi beli bonekanya?” Tiba-tiba si pedagang bertanya padaku. 

Uh, sialan!

“Maaf, Pak! Lain kali saja. Saya tidak bawa uang cukup!” Sahutku. 

Aku segera tersadar bahwa perempuan yang ternyata mamanya Ica, sedang memperhatikanku dengan mengernyitkan kening. “

Lho, ini bagaimana maksudnya?” tanyanya heran. 

Aku menggeleng berusaha mengelak. Tapi malah si pedagang yang menjawab, “Anaknya mau beli boneka ini, tapi masih menawar!”

“Lah, tapi kok memberi ke Ica?” balas mama Ica. 

“Anak ibu tadi nangisnya seperti mau sawan!” jawab pedagang. 

“Putri ini baik lho, Nya. Dia yang menggenapi uang saya tadi.” Timpal si Ibu.

Mama Ica memandang lekat ke putriku, “Sudah cantik, baik juga!” katanya sambil mengelus kepalanya. 

“Kamu masih mau bonekanya?” tanyanya. 

Putriku mengangguk. 

Mama Ica segera meminta si pedagang untuk mengambilkan boneka Masha, kemudian menunjuk boneka lainnya juga yang harganya lebih mahal 3 kali lipat. 

Tanpa menawar dia langsung membayar. 

Boneka yang dibelinya langsung diberikan pada putriku.

“Ini boneka yang kamu mau, dan yang ini hadiah dari adik Ica, untuk mbak yang baik!” katanya dengan tersenyum. 

Aku tertegun saja saat putriku menerima pemberian itu dengan mata berbinar. 

Bahkan saat mereka pamit pergi, aku masih terhenyak tak percaya. 

Ucapan terima kasih pun tidak sempat terucap. 

Aku baru tersadar saat putriku memeluk dan berkata, “Ayah benar! Tuhan telah membuatku senang dengan cara-Nya yang terbaik!”  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Galeri Ramadhan

Pondok Ramadlan SDN 3 Buduan 30 Maret 2023  SDN 3 Buduan Suboh, yang awalnya merencanakan akan melakukan kegiatan Pondok Ramadhan pada tanggal 17-19 April 2023, sesuai anjuran Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo, akhirnya memajukan pelaksanaan pada hari ini, Kamis 30 Maret hingga 2 April 2023. Bpk. Abdi Rasa menjadi ketua panitia kegiatan Pondok Ramadhan karena beliau adalah guru PAI di sekolah ini. Sekretaris kegiatan adalah Bpk. Lutfi Aziz, dan bendahara adalah Bpk. Aidi Kamil Baihaki. Kegiatan diawali dengan pelaksanaan shalat dhuha berjamaah. Kemudian dilanjutkan dengan seremonial pembukaan kegiatan, dipimpin oleh Ibu Rumiyati selaku kepala sekolah SDN 3 Buduan, dan doa dipimpin oleh Bpk. Lutfi Azis. Berlanjut dengan pemberian  wawasan tentang materi puasa, oleh Bpk. Abdi Rasa. Selesai materi di kelas, siswa melaksanakan tadarrus Al-Qur'an dengan dibagi menjadi kelompok putera dan kelompok puteri. Setiap siswa membaca 4 ayat dari Al-Qur'an secara bergantian. Teman yang lai

Hanya Iseng

 Lazisnu Mlandingan bersama jajaran pengurus di MWCNU Mlandingan dan semua Ketua dan Sekretaris Ranting NU di kecamatan Mlandingan melakukan kegiatan NU Berbagi pada Rabu 27 April 2022, jam 16.00 WIB di sekretariat MWCNU Mlandingan. Dokumentasi resmi bisa dikulik pada Blog NU Mlandingan Online di semua platform media sosialnya. Di sini saya hanya menempel jepret kamera hasil keisengan saja. Saya mengedit kembali semua hasil rekaman agar lebih menarik, sekaligus mencoba untuk mengakrabi fitur-fitur penyerta di hape Vivo Y51 yang baru saya beli sekitar sepuluh hari yang lalu. Saya mengeditnya sambil tertawa-tawa sendiri, ternyata banyak hasil jepretan yang lucu. Tiba-tiba timbul niat mempostingnya untuk berbagi tawa dengan pengunjung blog saya. Semoga mereka yang terekam tidak marah pada saya. Karenanya, saya mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.  Ampunilah saya! Walau ngantuk, tetap hadir karena jiwa militan Selalu ada tawa di setiap kebersamaan Berkiprah tak harus kaprah Niatnya sel

Kelas 5-ku

Selasa, 19 Juli 2022, hari kedua saya di SDN 3 Buduan. Tadi saya mengetes kemampuan siswa menulis dan membaca bilangan. Hanya tiga siswa yang salah menulis bilangan ratusan. Lima ratus enam ditulis 5006. Mayoritas siswa bisa melakukan dengan benar. Dalam kemampuan membaca bilangan, nilai tempat tertinggi yang bisa dibaca hanyalah puluh ribuan. Tidak ada yang bisa membaca bilangan 213458, mereka nampak bingung. Padahal Elit yang masih TK sudah bisa membaca bilangan hingga milyaran. Saya menuliskan 123456789 di papan tulis. Saya minta mereka menyebutkan bilangan tersebut, jika benar akan mendapat hadiah. Tidak ada yang mau menjawab. Sekedar memberanikan diri untuk coba-coba juga tidak ada. Entah karena status saya sebagai guru baru yang membuat mereka agak canggung, atau memang ada masalah mental di sini. Dengan penuh keyakinan saya katakan, "Hari ini kalian akan bisa membaca bilangan ini. Hanya dalam satu-dua menit saya ajarkan." Saya letakkan titik di setiap tiga digit di bil