Langsung ke konten utama

Antara Toa dan Doa

 

Antara Toa dan Doa


Gus Yaqut, Menteri Agama kita kembali mendapat kecaman karena menerbitkan aturan tentang penggunaan pengeras suara, Toa. Aturan tersebut sebenarnya bukan hal baru, kecuali dalam detail-detailnya.

Sudah sejak lama tradisi kita menyandingkan doa dengan toa, meski pun tidak seluruh doa kemudian di’toa’kan. Tetapi memang rasanya kurang afdhal jika hal-hal berbau kebaikan tidak tersiar hingga radius ratusan meter. Namanya juga dakwah, ajakan. Mana ada ajakan pada umum dilakukan dengan cara bisik-bisik?

Menanggapi beberapa protes tentang aturan toa, Gus Yaqut mencoba memberikan pemahaman dengan membuat permisalan suara anjing yang menyalak bersama-sama. Menurutnya, suara anjing di suatu komplek yang menyalak bersamaan pasti akan membuat kita terganggu.

Bukannya protes mereda, justeru semakin ramai. Suara adzan kok disemisalkan dengan suara anjing?

Pak Menteri Agama mulai dipertanyakan arah keagamaannya.

Sebagian mengecam karena termakan provokasi Medsos. Mereka sebenarnya tidak begitu paham esensi toa, pun tidak paham esensi doa.

Sebagian mengecam hanya karena ikut-ikutan, terbawa arus kebencian. Sudah lumrah, ketika membenci seseorang, maka setiap serangan yang menyasar orang tersebut akan kita sokong supaya menjelma menjadi serangan mematikan.

Mari jernihkan hati dan pikiran agar bisa menyikapi secara wajar.

Pertama, aturan tentang toa, bukan melarang kita berdoa. Kita hanya disarankan untuk mengatur waktu dan volumenya. Ini benar-benar hanya saran. Sebab jika dikatakan sebagai perintah, sudah tentu akan lengkap dengan sanksi bagi pelanggarnya. Nyata tidak! Kita tetap boleh berdoa dengan toa, dan tentu sangat boleh tanpa toa.

Kedua, menyamakan antara salakan anjing dengan adzan jelas adalah kesimpulan sentimentil dari para lawan. Nyata subjektif. Bukankah yang diatur adalah toanya? Lantas kenapa yang muncul justeru adzannya?

Ketiga, Rasulullah sedang beri’tikaf, dan mendengar para sahabat membaca Al-Quran dengan suara kencang. Rasulullah kemudian membuka tirai dan mengingatkan mereka, “Ingatlah, kalian itu sedang bermunajat pada Tuhan. Janganlah kalian saling mengganggu satu sama lainnya. Sesama kalian jangan saling mengencangkan bacaan Al-Quran, atau ketika sedang shalat,” (HR. Abu Daud, Malik, Ahmad).

Pada poin ketiga itulah kita harusnya memahami esensi doa. Allah Maha Mendengar, maka tak seharusnya kita mengganggu orang lain dengan kebisingan doa kita.

Kabar terakhir, sebuah gambar hasil screenshoot dikirim oleh teman di grup WA. Gambar tersebut memuat caption, Roy Suryo mengadukan Gus Yaqut atas tuduhan penistaan agama, walau ditolak oleh Polda Metro Jaya. Tapi bagaimana mungkin pakar agama dituduh menistakan agama oleh pakar telematika? Pakar ekonomi seharusnya dikritik oleh setidaknya seorang ekonom. Sangat tidak lucu jika yang mengkritik adalah pakar kimia.

Toa hanyalah sarana. Bahkan andaikan pemerintah ini sangat anti Islam dan memberlakukan aturan pemusnahan toa, kita tetap masih bisa berdoa. 

Doa tanpa toa tetap akan mustajab, tergantung seberapa besar nafas kita bermunajat.

Toa tanpa doa juga tidak akan menjadikan ghirah keislaman stagnan, bahkan juga tidak membuat menurun. Sebab antara toa dan doa sebenarnya tidak wajib disanding-sandingkan.

Toa tidak menjamin doa kita sampai ke langit, pada pintu keterkabulan. Doa tidak membatasi diri dengan harus melalui toa.

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-5952932768089958"
     crossorigin="anonymous"></script>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hanya Iseng

 Lazisnu Mlandingan bersama jajaran pengurus di MWCNU Mlandingan dan semua Ketua dan Sekretaris Ranting NU di kecamatan Mlandingan melakukan kegiatan NU Berbagi pada Rabu 27 April 2022, jam 16.00 WIB di sekretariat MWCNU Mlandingan. Dokumentasi resmi bisa dikulik pada Blog NU Mlandingan Online di semua platform media sosialnya. Di sini saya hanya menempel jepret kamera hasil keisengan saja. Saya mengedit kembali semua hasil rekaman agar lebih menarik, sekaligus mencoba untuk mengakrabi fitur-fitur penyerta di hape Vivo Y51 yang baru saya beli sekitar sepuluh hari yang lalu. Saya mengeditnya sambil tertawa-tawa sendiri, ternyata banyak hasil jepretan yang lucu. Tiba-tiba timbul niat mempostingnya untuk berbagi tawa dengan pengunjung blog saya. Semoga mereka yang terekam tidak marah pada saya. Karenanya, saya mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.  Ampunilah saya! Walau ngantuk, tetap hadir karena jiwa militan Selalu ada tawa di setiap kebersamaan Berkiprah tak harus kaprah Ni...

Dokumentasi Perkemahan Wirakarya 2021

Foto² ini bersumber dari grup Whatsapp Peserta Perkemahan Wirakarya. Jika ada kesamaan tempat dan wajah, tentu saja itu benar. <script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-5952932768089958"      crossorigin="anonymous"></script>  

Totalitas Kebaikan

Totalitas Kebaikan Oleh: Aidi Kamil Baihaki   Bayangkan, ada seseorang yang tidak kita kenal, tiba-tiba datang menghiba minta pertolongan yang berkaitan dengan keuangan. Apa jawaban anda?  Hampir semua jawaban akan mengatakan kita harus lebih dulu mencari tahu apakah orang itu benar-benar patut dibantu atau tidak. Kalau perlu diinterogasi. Tak jarang juga kita malah serta merta menolak. Dulu, saya juga pernah memilih bersikap seperti itu. Berbuat baik pada seseorang karena mengenal orang tersebut. Baik itu karena mengenalnya sendiri atau juga berkat rekomendasi orang lain.  Kenapa ada sedikit persyaratan bahwa bantuan itu sebaiknya diberikan pada orang yang kita kenal?  Pernah saya berpikir bahwa normal saja jika kita membantu seseorang dan berharap orang tersebut terus mengingat kebaikan itu, hingga suatu saat dia akan membalas hutangnya pada kita. Tapi sungguh mengecewakan, orang itu seakan melupakan kebaikan kita.  Timbul pikiran, untuk apa berbuat baik terha...